Senin, 03 November 2008

WUJUD TUHAN ADALAH AWYAKTA

Wujud Tuhan Yang Maha Esa adalah
Awyakta
Oleh : Dr. I Ketut Subagiasta, M.Si - IHDN Denpasar

Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina. Matsthani sarwabhutani na ca ham tesawawasthitah, masudnya adalah alam semesta ini diliputi oleh Aku dengan wujud Aku yang tidak nyata, semua makhluk ada pada-Ku tetapi Aku tidak berada pada mereka. Bagaimana makna dan kutipan tersebut, berikut ini akan diuraikan secara sekilas, guna memperoleh pemahaman yang lebih mudah dan komprehensif. Harapannya bahwa umat Hindu akan dapat lebih mening katkan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Máha Esa
yang melingkupi seisi alam semesta di jagad raya ini.

Dalam pustaka suci Bhagawad gita, pada bab IX (nawama adhya) sloka empat (caturma sloka) tentang rajawidya (rajanya ilmu pengetahuan atau ilmu mistik), rajaguhya yoga (ilmu yang paling rahasia dan yang rahasia), yang telah dikutip atas yang pada intinya ada diajarkan tentang ketuhanan dalam agama Hindu. Bilamana disimak makna sloka suci di atas, maka dapat dipahami bagaimana ajaran ketuhanan dalam agama Hindu? Setidaknya, bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dinyatakan dalam pustaka suci bhagawadgita sebagaimana disitir di atas adalah memiliki wujud yang disebut dengan Awyakta.

Banyak gelar atau sebutan yang diberikan untuk rnenyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Banyak pula kekuatan Tuhan ataupun kemahakuasaan-Nya. Tuhan juga memiliki banyak bentuk atau banyak wujud (bahu murti). Begitu pula dalam kaitannya dengan kebera daan-Nya, bahwa Tuhan ada dimana mana (wyapi wyapaka). Tuhan memiliki beragam sifat atau karakter (Saguna Brahman). Tuhan pula sesungguhnya tidak dapat dipikirkan (acintya). Masih banyak lagi karakter Tuhan itu sendiri.

Tatkala Tuhan tidak bisa menam-pakkan diri-Nya, maka Beliau digelari sebagai Tuhan yang bersifat Awyakta. Dengan kata lain bahwa Tuhan juga memiliki sifat yang abstrak (maya). Memang Tuhan sesungguhnya adalah tidak dapat memperlihatkan diri. Beliau sering juga digelari sebagai Sang Hyang Niskala, oleh karena Beliau tidak dapat mewujudkan diri-Nya dalam bentuk yang sebenarnya dan senyatanya. Begitulah keagungan dan kebesaran dan Tuhan Yang Maha Esa di alam raya ini dengan segala isinya.

Tuhan Yang Maha Esa memiliki kekuatan (sakti) untuk menciptakan segala yang ada dan yang tidak ada ini (wahya adhyatmika). Apapun yang menjadi bagian atau isi alam raya ini maka Beliaulah asalnya (Sangkan Paraning Dumadi). Beliau juga yang menciptakan (ngutpeti) segala yang wujudnya besar ataupun yang tidak bisa dilihat oleh indra penglihat manusia. Tuhan dapat melakukan perlindungan (raksatam) serta memelihara (stithi) ciptaan Beliau. Namun demikian, bahwa Tuhan Yang Maha Esa juga memiliki kemampuan yang maha dasyat dan hebat bagi segalanya, yakni dapat menarik, mengembalikan, melebur, menghanguskan, dan mengembalikan melalui kematian (mrtyu), oleh karena Beliau memiliki kekuatan sebagai rajanya maut yang dinamai pralina. Bilamana Tuhan telah menghendaki dan memberikan titah atau sabda untuk menuju pada kelenyapan, maka hal itu tidak bisa ditolak dan tidak bisa dimohon. Begitulah kekuatan maut Beliau (pralaya) yang secara pasti lambat laun akan dialami oleh semua ciptaan (janman) di alam semesta ini.

Sesuai makna sloka suci di atas bahwa Tuhan Yang Maha Esa memiliki wujud yang tidak nyata atau Beliau tidak bisa memperlihatkan diri-Nya (awyakta). Lantas bagaimana umat manusia pada umumnya dan umat Hindu dapat mendekatkan din dengan Tuhan Yang Maha Esa? Apakah yang bisa dilakukan untuk menuju-Nya? Cara apa yang bisa ditempah, mengi ngat keberadaan Beliau tidak lianya atau tidak memiliki wujud? Begitu banyak pertanyaan yang akan muncul dan memerlukan banyak jabawan pula.

Dalam hal ini, bahwa jawaban kuncinya adalah karena Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya telah hadir dimana-mana yang memenuhi seisi alam irii. Tuhan Yang Maha Esa tidak perlu dikejar-kejar kesana-kemari. Tidak perlu yang jauh dan tidak perlu yang membingung-kan untuk mencari cara dalam menuju Beliau. Semua dan bagian alam raya dan isinya tiada lain adalah Beliau juga. Bila Beliau dikatakan tidak nyata ya benar adanya, namun Beliau bisa ditemukan. Bila semua insan manusia di alam raya ini telah memiliki keyakinan yang utama (maha sraddha), maka semua jalan pasti dapat dilalui menuju-Nya. Tidak ada istilah tiada jalan untuk bisa menemukan Beliau. Dalam ketidakber-wujudan Beliau (awyakta), tentu ada jalan (marga) untuk sampai kepada-Nya.

Sebagai umat manusia yang selalu berbakti kepada-Nya, maka ada berbagai cara yang bisa dilakukan. Cara perseorangan tentu bisa. Cara bersama sama juga dapat dilakukan. Cara hening dan sepi boleh juga dilakukan. Cara dengan melagukan nyanyian suci (dharma gita) atau cara yang sejenis juga merupakan cara yang tidak keliru, asalkan berlandaskan atas kebenaran yang sujati (dharma). Cara pengendalian (tapa), cara berpantang (brata), cara kontak spiritual (yoga), cara penyatuan yang tulus (samadhi), cara persembahan dengan memakai sarana banten atau sesajen (upakara yajna), cara kerja yang tekun (karmani), cara belajar yang ulet (adhydyanam), cara dermawan (dhana punya), cara perjalanan suci (tirtha yatra), cara bakti sosial (sarwa sukarma), cara kasih sayang (paramita), cara persahabatan yang positif (bahu sakha), cara pendidikan (rasta siksa ca ashram), cara berdialog (dharma tula), cara melakukan interaktif kemuliaan (dharma witarka), dan masih banyak lagi cara lain untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa, walaupun keberadaan Beliau bersifat tidak nyata.

Dalam realitas bagi umat Hindu di Indonesia, bahwa cara yang telah dilakukan meliputi berbagai cara seperti yang telah dipaparkan di atas. Tentu ada pertanyaan muncul, mana diantara semua cara tersebut yang terbaik? Sederhana saja jawabannya. Tergantung kembali kepada umat itu sendiri. Mana cara yang terbaik adalah cara yang telah lazim dilakukannya setiap han (prati dinam ya puja dewata-dewati) untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa. Atau dengan cara merafalkan berbagai mantra secara rutin (surya sevana) yang digolongkan sebagai nitya karma. Itu kembali kepada kondisi masing-masing umat yang melakukannya yang sudah tentu dapat menyesuaikan dengan keadaan masing-masing.

Apakah umat ada di Bali, di Jawa, di Sulawesi, di Kalimantan, di Papua, di Sumatera, di Madura, dan lain lainnya, tentu dapat melakukan kontak yang tulus berdasarkan ajaran suci Veda serta ajaran suci agama Hindu yang ada disekitar dimana umat itu berada, yang juga merupakan sumber tuntunan spiritual bagi kehidupannya. Dengan memaknai isi dan kutipan sloka suci di atas, maka umat manusia pada umum nya dan umat Hindu pada khususnya, dapat memuja dan memohon kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berwujud awyakta. Cara dan jalan menuju-Nya tidak pernah dibatasi hanya pada satu cara saja. Dasari dengan ketulusan untuk menuju-Nya. Harapannya Beliau bisa memberikan anugerah kerahayuan dan kedamaian abadi buat semuanya.®WHD. No. 500 Agustus 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya ya...!!!